Menjadi anak satu-satunya seringkali dipandang sangat menyenangkan. Menjadi satu-satunya yang dicinta, yang diberi limpahan kasih sayang, hingga upaya terbaik dari orang tua. Sebab, ialah satu-satunya yang bisa menjadi harapan.
Sejenak, begitu menyenangkan menjadi anak satu-satunya. Tapi tahukah, bahwa tak selamanya indah menjadi satu-satunya. Sebab, pundak terasa lebih berat. Harapan orang tua, keluarga, hanya bertumpu padanya. Tatkala memiliki masalah, tiada yang dapat diajaknya sekadar berbicara ataupun bertukar cerita. Tak jarang air mata disimpan sendiri, sebab tiada orang yang bisa ia ajak berbagi.
Anak semata wayang. Tak kukatakan semua memiliki kesamaan watak, tapi aku hanya ingin berbagi bagaimana karakter si 'anak pertama' versiku.
Sejak kecil, ketika ayah pergi dan pulang membawa makanan, aku-lah satu-satunya yang dengan antusias diberi. Akulah satu-satunya yang menerima. Tiada rebutan antar adik kakak, pun adegan memotong kue lumpur satu bagi tiga atau lima. Mana yang kusuka, dapat kumakan. Sebab, ibu hanya memakan apa yang tidak kupilih.
Seorang 'aku' tumbuh dengan ambisi dan ego yang besar. Dan entah kenapa hingga sekarang aku masih merasakan ego itu bersemayam dalam diri. Aku merasa semua harus berjalan sebagaimana inginku. Pencapaian, prestasi, selalu ingin nomor satu. Padahal, dunia tak selamanya di atas. Roda terus berputar.
Di dunia pendidikan, aku terbiasa berprestasi. Meski tidak selalu ranking satu, aku tetap pintar di mata guru-guru. Aku kerap kali berusaha memberikan yang terbaik untuk menghasilkan output yang aku inginkan.
Di dunia pertemanan, entah mengapa egois sekali. Aku memaksa orang lain menjadikan aku satu-satunya temannya, sebab aku pun menjadikannya satu-satunya temanku. Mungkin bukan dikatakan teman, lebih dikatakan sebagai sahabat. Entah ini normal atau tidak, aku merasa cemburu tatkala kawanku ini memiliki kawan baru. Ataukah kawanku ini bermain dengan orang lain. Mungkin karena aku sudah terbiasa dijadikan satu-satunya yang diberi limpahan kasih sayang, sehingga ketika perhatian dan kasih sayang tersebut juga diberikan kepada orang lain, aku merasa kesal.
Komentar
Posting Komentar