Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Produktif

Bangun tidur mengecek ponsel, harap-harap si doi mengirimkan ucapan selamat pagi. ah, boro-boro mengucapkan selamat pagi, punya doi saja tidak, hahaha. Paling hanya sekadar melihat notifikasi serta melirik jam menunjukkan pukul berapa. Padahal sudah siang, tapi mata menolak untuk riang. Tangan kembali melaksanakan tugasnya menarik selimut menutupi seluruh badan. Pagi yang menggigil.  Pukul sepuluh, badan baru bangkit dari tempat persembunyian. Meregangkan seluruh otot untuk menyapa dunia yang sudah panas oleh cahaya mentari. Tangan mulai menuliskan to do list yang sudah terlambat itu. Brunch, apply pekerjaan, mencuci baju, menjemur baju, membersihkan kamar, menulis di blog, berlatih bahasa inggris. Kasihan sekali makhluk sepertinya yang bukan "morning person" dan cenderung kelelawar person. Ketika pagi harus mendengkur di balik selimut, tetapi malam berjaga penuh karena mata tak ingin segera beristirahat. Menjaga diri untuk tetap produktif itu perlu. Agar setiap waktu dipergu

Menjadi Pendengar yang Baik

Menjadi pendengar yang baik. Nyatanya, skill menjadi pendengar yang baik bukanlah skill yang lama mengendap di genggaman tangan. Bukanlah bawaan lahir yang sudah mengakar kuat. Rasa tidak peduli akan urusan orang, acuh tak acuh dengan keadaan. Seolah menggambarkan seorang 'aku' saat dulu. Seolah-olah hidup hanya tentangku. Bumi berotasi dan berevolusi berpusat padaku. Kenyataannya, aku hanya butiran kerikil, sama seperti yang lain. Aku, Salma si suka bercerita. Bagian diriku yang tak dapat dipisahkan baik oleh jiwa maupun raga. Ungkapan-ungkapan bahagia, kekesalan, suka, duka, kecewa, tak pernah dusta dari mimik wajah dan gerak-gerik tubuh. Semuanya mengalir, deras tanpa tanggul yang menahan. Setiap detail kehidupanku, menjadi dongeng pengantar tidur orang lain. Tak peduli bagaimana tanggapan mereka. Tertidurkah, menyimakkah, atau masa bodokah? Seorang aku hanya berpikir bahwa kehidupan akan selalu berpusat padaku. Kini, setelah aku menjadi bagian dari keluarga Senior Residen

Apresiasi Diri

Banyak hal yang terjadi setiap harinya. Tetapi, lantas kapan terakhir kali merasa bersyukur atas setiap hal yang terjadi? Kadang suatu hal menyakitkan pula tetap patut disyukuri sebab Allah masih memberi kita air mata untuk menangis. Walaupun taraf bersyukur saat duka rasanya sangatlah sulit. Minimal, bersyukur tatkala merasa nikmat yang diberikan-Nya begitu melimpah. Mampu bernapas setiap harinya, sehat tanpa sakit, bahagia karena berbagi. Sesimpel itu. Aku bersyukur, hari ini mampu mengendalikan emosi amarah menjadi lebih terkontrol. Tatkala pikiran mulai ruwet, mulut mendorong untuk 'ngedumel', tapi logika tetap mengatakan untuk menahan. "Tahan Salma, selesaikan pekerjaan ini dulu. Kalau sudah selesai, kamu boleh marah," Ucapku kala dihadapkan dengan tugas kelompok yang tidak kunjung selesai padahal sebentar lagi waktunya presentasi. Jobdesk temanku tak kunjung dikerjakan hingga melewati deadline pun. Dengan cepat, aku mencari jaringan wifi dan sinyal yang lebih ba

Manusia di Sudut Ruangan

     Langit gelap menaungi riuh lalu lalang kesibukan manusia. Cahaya lampu menyorot sana sini. Suara klakson nyaring berbunyi. Pada suatu rumah, di sudut kota. Nyaris tak terdengar hiruk pikuk aktivitas penduduk bumi. Seorang wanita menyandarkan kepala di sudut ruangan. Gelap bukan lagi perihal langit, tapi juga pikirannya. Kemudian sesak bukan saja karena lalu lalang kesibukan manusia, tetapi juga gemuruh di dada. Jua, air mata adalah hujan yang tiada henti mengalir di pipinya. Di sudut ruang itulah, kepingan raga yang lelah ia biarkan rehat. Meski jiwanya tak benar-benar istirahat.     Sekian gelap malam telah dilewati dengan bayangan menakutkan dari segala pikir. Rembulan jua tak tahu harus memberikan nasihat apa. Terlalu rumit, ungkapnya kala itu. Malam yang panjang ia habiskan untuk memandangi layar. Menyaksikan perjalanan dua dasawarsa yang tak terasa telah ditempuh.      Kata orang, ia introvert. ansos. kuper. pendiam. Padahal diamnya menyeru lantang suara. Hanya orang yang men

Merantau

Tidak ada salah, tatkala hatimu memilih melangkah menjauhi tanah kelahiran. Suatu keputusan besar bagi seorang anak rumahan yang tak mengerti dunia luar. Sejujurnya, jauh dari keluarga bukanlah hal yang mudah. Tapi tidak pula susah. Kamu hanya perlu kekuatan hati, dan meningkatkan hubungan baikmu dengan yang kuasa. Sebab, kejamnya dunia bisa sewaktu-waktu menghantammu. Tiada yang kamu miliki selain Dia. Bahkan orang tuamu, tak akan ada di momen seperti itu. Do'anya lah yang dapat kita genggam dari kejauhan, bukan fisiknya yang dapat kita peluk erat sambil berucap, "Yah, bu, aku lelah". Hanya Tuhan yang tak pernah jauh, apabila kau tak menjauh. 

Menjadi Sendiri

Terkadang, memilih sendiri bukan berarti sepi. Memilih sendiri bukan berarti sunyi. Memilih sendiri, kadangkala menjadi hal paling diperlu, karena hiruk pikuk dunia sudah mulai berkecamuk. Ketenangan menjadi mahal. Menikmati pergantian detik menjadi langka. Seolah waktu lekas bergulir tanpa dirasa. Ketenangan harus rela dibayar percuma oleh kesibukan.  Bercengkrama pada diri sendiri tak lagi sering. Menyapa diri sendiri seolah acuh tak acuh. Padahal, diri perlu disapa, walau hanya bertanya "bagaimana kabarmu hari ini?".  Sudah beribu langkah sejauh ini. ah, tak usah muluk-muluk memikirkan begitu banyak langkah selama 2 dasawarsa ini. Cukup tengok jejak kemarin, yang masih membekas tiap replikanya. Menuju jalan dimana kamu berdiri sekarang. dan hari ini bahumu masih kokoh seperti kemarin. Senyummu kian mengembang tanda kebahagiaan. Padahal, bebanmu semakin bertambah. Untung saja diri ini buatan Tuhan, kalau saja buatan C**a pasti remuk sedari dulu. Ujian ke depannya bukan lagi

Teman Satu Dasawarsa

  Selamat pagi, engkau yang semalam bertamu sebagai mimpi. Terima kasih telah hadir meski fana. Hari ini tepat satu dasawarsa rasa itu menolak sirna. Bagaimana bisa aku menghapus setitik senyumanmu di dalam sanubari? Sekian dasawarsa pula waktu merengkuh langkah kita beriringan. Segala cerita perihal bahagia, luka, saling sama dirasa. Patah hati sekian kali jua kulalui setiap kau bercerita perihal rasamu kepadanya yang begitu biru. Kamu berjuang. Aku berjuang. Kita berjuang, tapi tak memperjuangkan sesuatu yang sama. Kamu dengan cintamu kepadanya, sedang aku berjuang dengan egoku untuk terus bertahan mencintai dalam kesendirian.

Do'akan Aku, Kawan

  Barangkali kesalahan ada padaku. Sifat yang mudah emosi, sukar mengontrol diri, bahkan tak bisa menyembunyikan kekesalan. Segala langkah demi langkah seolah ter- setting dari dalam otak. Hasrat setiap yang terjadi harus sesuai perencanaan mengakar kuat dalam tekad. Ah, menjadi pribadi terstruktur terkadang menuai banyak pertentangan. Entah karena keadaan di lapang tak sesuai harapan, ataupun dinamisnya hidup yang pelu banyak improvisasi. Tapi, dalam ingin mendesak terjadi sesuai harap. Selalu begitu. Bertabrakan dengan karakter orang lain adalah langganan. Apakah karena diri seorang anak tunggal yang selalu menjadi nomor 1? Seakan-akan segala pengertian, memahami, itu “harus aku”. Jangan salahkan takdir yang membuatku hidup menjadi semata wayang. Justru seharusnya menyalahkan diriku yang tak mampu mengendalikan berbagai sifat yang sebenarnya merugikan. Do’akan aku selalu, kawan. Hidupku yang tertangkap oleh pasang mata sebagai “sempurna” s esungguhnya banyak cela. Semoga benak b