"Aku tau bagaimana ada di posisimu, pasti memerlukan waktu yang cukup lama untuk benar-benar lupa," Ujar salah seorang temanku.
Tak dipungkiri, menyingkirkan perasaan cinta memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi, izinkan aku untuk terus berusaha. Hingga kemudian Tuhan berkata, "Kulapangkan dadamu, Kujadikan ikhlas hatimu." Walaupun tidak tahu kapan itu akan terjadi.
Pertemuan malam ini, ketika kita rekan satu kelas kembali bercengkrama. Membahas kondisi terkini, atau sejenak memelihara memori empat tahun silam.
Topik obrolan kita tak jauh perihal masa lalu. Aku kembali memanggil memori itu, lagi. Tak terkecuali tentangmu. Tiga bulan, kesibukan tak lantas melepaskanmu dari ingatan. Aku tidak tahu jenis kenangan seperti apa yang lantas membuatku tak kunjung melupakanmu. Kita hanya bercengkrama melalui pesan singkat, saling mencuri pandang saat bertemu, berkabar melalui telepon. Kita tak pernah saling memeluk, ataupun menggenggam tangan. Kita tak benar-benar saling merangkul. Dan itu hanyalah bagian dari kepingan masa lalu, yang sudah terpecah belah tak beraturan. Dibenturkan oleh kenyataan. Bahwa kita sudah usai.
Sudah ada seorang wanita yang mendampingi di setiap prosesmu. Terkadang, aku membenci takdir. Mengapa kita harus begini? Mengapa kita tidak dapat disatukan oleh takdir? Mengapa engkau tidak sedikit bersabar untuk menunggu? Mengapa engkau mudah sekali melupakanku? Mengapa kita begitu rumit? Mengapa dan segala mengapa terlintas dalam pikirku.
Terkadang, aku juga menyalahkan diriku. Mengapa aku tidak jujur saja dengan perasaanku? Mengapa aku harus berpura-pura seolah tak peduli? Mengapa aku berpura-pura melupa? Mengapa aku diam saja ketika kau menyatakan cinta? Mengapa?
Egoisku terlampau tinggi. Gengsi ku begitu besar. Trauma kehilanganmu lagi begitu kuat. Ternyata, diam pun tetap membuatku kehilanganmu, lagi. Dan aku masih bersusah payah untuk memulihkannya kembali.
Sab, 7/4/2024
Komentar
Posting Komentar