Kira-kira sebodoh apakah aku? Setiap langkah kaki menuju jalanan kota, harapku selalu bertemu dirimu dengan keadaan yang tiba-tiba. Minimal, aku bisa melihat sosokmu terkini. Walaupun aku sudah hafal betul senyumanmu, tapi aku tak pernah bosan melihatnya, lagi dan lagi. Namun, apalah daya. Di antara ratusan ribu manusia yang menjelajahi kota, aku selalu berharap ada kamu salah satunya. Seperti yang ku lakukan sekarang, menyendiri dengan tujuan menenangkan isi kepala dari berbagai cengkrama. Nyatanya, isi kepalaku semakin bising meski aku sudah duduk mojok di jendela kedai kopi kesukaanku.
Tersadar sepenuhnya, bahwa pertemuan merupakan hal paling dinanti bagi siapapun yang telah lama terpisah oleh jarak. Tapi, bagaimana ceritanya tatkala pertemuan terjadi, setelah hati ikut pula berhenti tertaut? Saat perpisahan kala itu, tiada sepatah kata keluar dari mulut engkau. Bahkan tatap mata saja tidak. Lalu, empat tahun jarak membentang di antara rongga rindu yang menggebu. Engkau sibuk dengan dunia yang baru, aku sibuk dengan duniaku. Empat tahun, engkau sibuk menerka rasa sesal di ulu hati yang semakin ngilu. Aku tertawa dengan pencapaian untuk membalas egoku yang pernah tersakiti olehmu. Engkau sibuk menyimpan rasa rindu yang sudah membiru. Aku membakar rasa rindu yang sudah memburu. Engkau menghabiskan waktu berkelakar dengan amarah sebab rasa bersalah. Aku tersenyum sumringah sebab air mata menetespun sudah lelah. Kemudian, sebuah pertemuan kembali membuat hati kita berdarah. Sebab, sakit yang dirasakan masih saja sama. Rupanya, usahaku membunuh rindu adalah kesia-siaan
Komentar
Posting Komentar